Laman

Wednesday, June 10, 2015

Andela x Elaine : Diantara Senja



Tempat baru kadang tidak terasa nyaman bagi kebanyakan orang. Kita harus beradaptasi dengan lingkungan baru, suasana yang jauh berbeda dari tempat kita sebelumnya. Bertemu dengan orang-orang baru yang sifatnya sangat berbeda dengan orang-orang yang kita kenal sebelumnya.  Tempat baru, pengalaman baru.

Malam hari adalah saat dimana posisi sang mentari dilangit digantikan oleh sang rembulan. Malam hari identik dengan kesunyian dan ketenangan, karena malam hari pada dasarnya di setting untuk mengistirahatkan makhluk-makhluk bernyawa yang ada dimuka bumi agar terlelap dalam tidurnya.


“Elaine, ayo bangun. Kita udah sampai di rumah kita yang baru sayang...” tegur seorang perempuan berusia 35 tahunan berusaha membangunkan anak perempuannya yang terlelap di sofa belakang mobil

Bukannya terbangun, gadis remaja itu masih berada dalam posisi rebahan dengan mata yang masih tertutup. Melihat wajah anaknya yang penuh dengan rasa lelah setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, ibu dari anak itu mengurungkan niatnya untuk membangunkan putrinya. Dia membiarkan anaknya tetap terlelap dalam dunia mimpi.

Anaknya yang berumur 15 tahun itu memang sudah sangat besar dan bisa dikatakan cukup berat jika digendong. Akan tetapi mamanya masih sanggup menggendong anaknya yang sudah tertidur itu masuk kedalam rumah, tanpa mengeluh sedikitpun.

***

2 hari kemudian,

Pagi hari disalah satu rumah yang terletak di pedesaan, seorang gadis remaja berseragam putih biru terlihat dalam keadaan sangat malas sarapan dirumahnya yang baru. Dia lebih banyak melamun daripada memakan makanan yang tersedia dihadapannya.

“Ayo dong Elaine, sarapannya di habisin. Jangan didiemin gitu, makan yang banyak biar bisa semangat di sekolah kamu yang baru...” tegur mamanya Elaine yang melihat putrinya dalam keadaan tanpa semangat

“Gimana bisa semangat ma? Tinggal di desa kayak gini. Elaine bakalan nggak bisa kemana-mana, nggak ada mall apalagi bioskop. Kebanyakan hutannya...” keluh Elaine yang masih mengaduk-ngaduk makanan yang ada di hadapannya

Hari ini merupakan hari pertama Elaine di sekolahnya yang baru sebagai murid pindahan dari kota. Meskipun sekolah yang dia tempati berada di pedesaan, namun sekolah itu tidaklah seperti yang dipikirkan oleh Elaine selama ini. Sekolah itu cukup besar, rapi dan bersih, juga dihiasi oleh banyak pepohonan disekitarnya yang rindang.

Ekspektasi pertama Elaine memang berbading terbalik dari tebakannya sebelumnya. Tapi ekspektasinya yang kedua benar-benar sama dengan apa yang dia pikirkan. Sekolah yang akan dia tempati pelajarnya tidak terlalu banyak, satu kelas hanya ditempati oleh 15 siswa termasuk Elaine sendiri.

Mengenai cara berpakaian, hanya Elaine yang terlihat paling mencolok disekolah barunya. Dari seragam yang dia kenakan sampai perlengkapan sekolah seperti sepatu dan juga tas yang harganya cukup fantastis jika diuangkan. Dia sering risih dengan tatapan iri dari temannya, padahal disekolahnya yang dulu berpakaian agak mewah sudah merupakan hal yang sangat biasa, bahkan harus.

***

Kegiatan belajar di sekolah SMP Srikandi tidak jauh beda dengan sekolahnya yang dulu. Kegiatan belajar mengajar dimulai sejak jam 7 pagi, dengan berbagai macam materi yang disampaikan oleh guru di depan kelas.

30 menit telah berlalu sejak bel jam sekolah berbunyi. Disaat kondisi kelas dalam keadaan fokus dalam kegiatan belajar mengajar, seseorang perempuan berambut panjang terurai masuk begitu saja kedalam kelas tanpa mengucapkan salam maupun permisi kepada seisi kelas.

“Loh? Anak ini kok nggak dihukum? Perasaan dia telat deh? nyelonong masuk tanpa permisi lagi” gumam Elaine mengamati perempuan yang telat masuk

Perempuan itu kini duduk tepat di depan bangku Elaine. Pakaiannya tidak terlalu berbeda dengan pakaian yang dikenakan oleh teman-teman sekelasnya, sangat sederhana. Sebelum perempuan itu duduk dibangkunya, Elaine sempat membaca tag name yang ada di dadanya. Perempuan itu bernama Andela Yuwono. 

***

Kelas VIII SMP Srikandi, Jam istirahat.

Elaine tidak meninggalkan kelas seperti teman-temannya yang lain saat jam istirahat berlangsung. Dia lebih memilih untuk tetap tinggal dikelas sambil menyantap bekal yang sudah disiapkan oleh mamanya dari rumah.

Dikelas itu bukan hanya Elaine seorang yang memilih tinggal dikelas. Perempuan yang datang telat dipagi tadi masih diam ditempat duduknya, membaca buku pelajaran sambil sesekali menulis dibuku catatannya.

Elaine tidak mau mengganggunya, dia lebih fokus untuk memakan bekalnya sambil membuka gadget miliknya yang kini hanya bisa dipakai untuk SMS dan telpon, sedangkan untuk internetan sangat terasa lambat karena didesa yang dia tinggali tidak ada jaringan 3G.

***

Beberapa hari telah berlalu semenjak Elaine pindah sekolah di SMP Srikandi. Dia tidak terlalu banyak bergaul dengan teman-teman sekelasnya. Dia lebih sering menyendiri, sama seperti yang dilakukan oleh temannya yang duduk tepat di bangku depannya. Perempuan seumuruannya itu terlihat seperti anak ansos yang hanya diam di kelas untuk belajar, tidak jauh beda dengan dirinya saat ini.

Jam pulang sekolah, siang hari.

“Yah mama, masa Elaine harus nunggu selama itu?” keluh Elaine pada seseorang yang sedang menelponnya saat ini yang tidak lain adalah mamanya sendiri

Mamanya Elaine yang biasanya menjemput Elaine di sekolah dalam keadaan sibuk. Mamanya meminta Elaine agar tetap menunggu disekolah selama 30 menit, sebelum beliau menjemputnya. Selain itu mamanya berkali-kali mengingatkan Elaine agar tetap disana, melarang Elaine pulang sendirian.

Elaine memiliki kebiasaan buruk yaitu sangat sering kesal sendiri saat dia dianggap seperti anak kecil oleh orang lain, termasuk oleh orang tuanya sendiri. Tidak menghiraukan pesan dari  mamanya, Elaine memutuskan untuk berjalan pulang sendirian. Dia merasa bisa pulang sendiri tanpa harus dijemput oleh keluarganya yang selalu sibuk.

“Nggak di kota, nggak di desa. Sama aja... sibuk mulu kerjaannya!” keluh Elaine mengomel disepanjang jalan pulang

Keputusan Elaine untuk pulang sendiri merupakan keputusan yang salah. Dia tidaklah benar-benar hapal dengan jalan yang harus dia lewati untuk sampai kerumahnya, terlalu banyak persimpangan yang kini membuat dia kebingungan arah, melewati hutan sampai ke arah sungai.

Tersesat. Elaine benar-benar dalam keadaan tersesat, dia kini duduk di tepian sungai. Kakinya terlalu lelah jika harus kembali mencari jalan pulang melewati hutan-hutan. Keadaan tambah buruk saat ponselnya sudah dalam keadaan mati sejak pulang sekolah, setelah mamanya menelpon. Dipinggiran sungai di sore hari, Elaine hanya bisa duduk diam menangis berharap ada yang menjemputnya pulang.

“Eh, kamu Elaine kan? ngapain sore-sore disini? Aku kira kamu tadi hantu, makanya aku datengin. Eh tau-taunya kamu, hampir aku dorong ke kali tadi...” tegur seseorang dengan nada meledek yang asal suaranya tepat berada dibelakang Elaine

Elaine membalikkan badannya. Dia sangat bersyukur ada seseorang yang menemukannya, walaupun orang itu bukanlah orang yang dia harapkan. Dihadapannya kini ada Andela yang hadir dengan sepeda berwarna putih.

“Hantu nggak muncul jam segini tau!” seru Elaine setengah berteriak karena sudah diledek oleh Andela

Setelah berteriak seperti itu, mata Elaine yang mulai mengering kembali dibanjiri oleh air mata.

“Loh loh, kok kamu nangis? Aku salah apa? Tadi aku cuman becanda kok” ucap Andela cengo dengan penuh kebingungan melihat Elaine yang sedang menangis seperti anak kecil dihadapannya

Elaine menangis bukan karena dia kesal diledek oleh Andela. Dia menangis karena ada yang berhasil menemukannya disaat dia sudah merasa putus asa dan mulai berpikir bahwa dia tidak pernah dicari oleh keluarganya.

Dengan perasaan malu, Elaine menjelaskan bahwa dia saat ini tersesat karena sok bisa pulang sendiri padahal tidak tahu arah jalan pulang. Dia meminta Andela untuk mengantarkannya pulang kerumah. Andela tidaklah menolaknya, dia dengan suka rela mau mengantarkan Elaine pulang kerumah.

Mereka bersepeda berdua melewati pinggiran sungai disore hari. Pemandangan pedesaan disore hari sangatlah indah, sungai yang jernih, pepohonan besar yang rindang, ditambah mentari di sore hari yang terlihat sangat mempesona di langit senja. Elaine belum pernah melihat pemandangan seindah itu. Selama ini yang dia lihat di perkotaan hanyalah kumpulan gedung-gedung dan perumahan yang semakin lama semakin mempersempit ruang gerak.

“Wah... indah juga ya pemandangan di desa ini...” seru Elaine memandang takjub kiri dan kanannya di sepanjang jalan

Sesampainya di depan rumah Elaine langsung masuk ke dalam rumahnya. Dirumah itu dia mendapati mamanya yang terlelap di meja ruang tamu dengan tumpukan dokumen kerja yang sudah menggunung. Dia mulai berpikiran negatif bahwa mamanya lupa menjemputnya dikarenakan kesibukannya yang kini hampir sama dengan kesibukan papanya. Bahkan... sampai tidah tahu bahwa anaknya sudah tersesat saat menuju rumah.

“Yaudahlah ya. Untung tadi ketemu Andela...” ketus Elaine dalam hatinya

***

Sejak kejadian itu, hubungan Elaine dan Andela mulai akrab. Setiap sore dia selalu menyempatkan waktunya untuk jalan-jalan bersama dengan Andela menikmati indahnya suasana pedesaan. Meskipun pada akhirnya dia sering dimarahi mamanya karena dia selalu pulang sendirian kerumah.

Elaine dan Andela hanya akrab setelah pulang sekolah. Dia hampir tidak pernah bercengkrama dengan Andela saat disekolah, karena dia tidak mau mengganggu Andela yang fokus belajar selama di dalam kelas.

Beberapa minggu telah berlalu sejak Elaine dan keluarganya pindah ke pedesaan. Suasana dirumahnya kini mulai sepi, hanya ada 2 pembantu yang terlihat sibuk membersihkan rumah. Minggu pertama papa dan mamanya masih ada untuk sarapan bersama, minggu kedua hanya mamanya yang menemani, sekarang mereka berdua menjadi benar-benar sibuk sehingga tidak ada lagi waktu untuk sekedar sarapan bersama dengan anaknya sendiri. Mereka berdua sibuk untuk menjalankan proyek pembangunan di desa yang mereka tempati.

“Andela, bawa aku ke tempat yang paling indah di desa ini dong” ucap Elaine saat berjalan bersama dengan Andela

“Loh, ini kan udah mulai senja. Ntar kamu dicariin loh...” sahut Andela mengingatkan Elaine

“Dicariin apanya? Mereka kan lagi sibuk. Bahkan... dulu waktu aku tersesat aja, mereka nggak nyariin aku” keluh Elaine dengan helaan nafas disertai dengan nada kekesalan

Mendengar curhat dari Elaine tentang keluarganya, Andela tidak lagi mencoba menghalangi permintaan Elaine. Dia menerima permintaan Elaine untuk diajak ke tempat yang paling indah didesanya, walaupun kini sudah hampir senja.

10 menit kemudian mereka berdua kini berada di daerah yang dipenuhi oleh rerumputan yang disertai beberapa pohon besar. Mereka berdua duduk di bawah pohon sambil memandangi langit senja, menyaksikan mentari ditelan oleh sang malam. Selain indahnya pemandangan langit seusai senja, ditempat itu mulai bermunculan ratusan kunang-kunang yang beterbangan diantara pepohonan dan rerumputan dengan kelap kelip cahayanya yang mempesona. 

Sambil menikmati indahnya tempat yang dijanjikan oleh Andela. Elaine mulai bercerita tentang keluarganya yang sangat jarang meluangkan waktu untuknya. Alasan dia mau ikut papa dan mamanya tinggal di pedesaan hanya karena dia berpikir kedua orangtua pasti akan lebih sering berada dirumah saat di desa, nyatanya kedua orangtua lebih sibuk lagi dibandingkan saat berada di kota. Mereka kini menjalankan banyak program pembangunan  di pedesaan tempat mamanya dilahirkan.

“Pokoknya aku nggak mau pulang sebelum mereka yang minta aku pulang” ucap Elaine mengakhiri ceritanya

“Harusnya kamu bersyukur masih punya kedua orangtuamu. Dulu adik aku sempat menghilang karena merasa tidak disayangi oleh mama dan papa. Kami mencari bersama-sama, dan.... pada akhirnya papa mama kecelakaan saat mencari adik aku itu” potong Andela memulai ceritanya

Andela menceritakan pengalaman masa lalunya pada Elaine agar Elaine tidak mengalami apa yang terjadi pada keluarganya di masa lalu. Dia menceritakan apa yang dirasakan oleh adiknya saat itu mungkin sama seperti yang dirasakan oleh Elaine saat ini. Merasa tidak disayangi karena tidak pernah meluangkan waktunya untuk bersama, hingga akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumah agar dicari untuk membuktikan rasa sayang mereka.

“Pulanglah. Kamu tidak perlu membuktikan rasa sayang mereka dengan cara kabur seperti ini. Pada dasarnya semua orangtua pasti sangat menyayangi anaknya. Coba pikir lagi apa yang sudah diberikan oleh orangtuamu sampai saat ini. Contoh kecilnya, pernah nggak kamu bangun tidur dalam keadaan berselimut? Padahal kamu yakin tidur tanpa selimut?” tanya Andela mencoba membuka ingatan masa lalu Elaine 

Elaine mulai merenung sambil memikirkan apa yang sudah diberikan oleh orangtuanya selama ini. Memori masa lalunya satu persatu mulai bertebaran dalam ingatannya, menunjukkan pada Elaine tentang banyaknya hal yang menunjukkan bahwa orangtua sangat sayang padanya.

“Banyak. Contoh kecilnya, aku pernah tidur di dalam mobil. Pas bangun aku sudah berada di dalam kamar lengkap dengan selimut...” ucap Elaine dengan air mata yang mulai bercucuran

Elaine mulai menyesal atas apa yang dia lakukan saat ini. Dia mengakui bahwa dirinya salah. Tak seharusnya seorang anak meminta bukti kasih sayang pada orangtuanya. Sebagai anak bukanlah menuntut, tapi membuktikan kasih sayang pada orangtuanya dengan menunjukkan prestasi yang membanggakan.

***

Suatu pagi di salah satu rumah.

“Kamu banyak berubah ya selama tinggal di desa ini. Sifat kekanak-kanakannya udah mulai hilang...” seru papanya Elaine membuka obrolan saat sarapan bersama di ruang makan

“Iya dong. Selama ini Elaine diajarkan untuk bersyukur dengan apa yang dimiliki oleh Elaine saat ini, terutama memiliki kalian” sahut Elaine bersemangat menanggapi ucapan papanya

“Emangnya siapa yang ngajarin kamu? bukan temen cowok kan?” tanya Mamanya Elaine dengan nada menginterogasi anaknya

“Ya bukanlah, temennya Elaine itu cewek. Dia mengajari Elaine untuk bersyukur punya kalian pas Elaine kabur dulu. Temannya Elaine itu namanya Andela Yuwono” jawab Elaine atas pertanyaan mamanya

Wajah mama dan papa Elaine tiba-tiba berubah menjadi wajah penuh dengan rasa kaget tidak percaya. Mereka kaget karena Elaine menyebut nama Andela. Bahka mamanya sampai meninggalkan ruang makan dalam keadaan menangis.

“Andela Yuwono? Kamu tahu dari mana? Itu kan kakaknya mama kamu yang meninggal 25 tahun yang lalu di desa ini saat mencari mama kamu?” tanya papanya Elaine masih tidak percaya dengan cerita Elaine

Faktanya Andela adalah kakak kandungnya Mama Elaine yang sudah meninggal 25 tahun lalu. Bukan hanya Andela namun papa dan mamanya juga mengalami nasib yang sama dengan Andela. Mereka kecelakaan karena memaksakan diri mencari Mamanya Elaine yang pada saat itu kabur dari rumah di saat hujan dan badai berlangsung didesanya, yang menyebabkan air sungai meluap. Keesokan harinya disaat banjir mulai surut, mereka ditemukan dalam keadaan tak bernafas lagi di bawah pohon besar di daerah padang rerumputan.     

***

Sejak hari itu Elaine tidak pernah lagi bertemu dengan Andela. Bangku di depannya sejak awal memang kosong tak berpenghuni. Dia mulai mengerti kenapa tidak ada satupun guru maupun teman sekelasnya yang menegur Andela ketika telat masuk kelas, karena Andela memang tidak ada.

“Makasih Tante Andela. Aku tau tujuan tante baik, yaitu menyadarkan Elaine untuk tidak pernah meragukan  kasih sayang dari mama dan papa. Makasih Tante Andela, yang tenang ya disana...” ucap Elaine sambil memandangi langit senja di tempat terakhirnya bertemu dengan Andela, yang tidak lain adalah tantenya sendiri yang telah meninggal 25 tahun yang lalu

Tamat.

Penulis 

No comments:

Post a Comment