Tempat baru kadang tidak terasa nyaman bagi
kebanyakan orang. Kita harus beradaptasi dengan lingkungan baru, suasana yang
jauh berbeda dari tempat kita sebelumnya. Bertemu dengan orang-orang baru yang
sifatnya sangat berbeda dengan orang-orang yang kita kenal sebelumnya. Tempat baru, pengalaman baru.
Malam hari adalah saat dimana posisi sang mentari
dilangit digantikan oleh sang rembulan. Malam hari identik dengan kesunyian dan
ketenangan, karena malam hari pada dasarnya di setting untuk mengistirahatkan
makhluk-makhluk bernyawa yang ada dimuka bumi agar terlelap dalam tidurnya.
“Elaine, ayo bangun. Kita udah sampai di rumah kita yang baru sayang...” tegur seorang perempuan berusia 35 tahunan berusaha membangunkan anak perempuannya yang terlelap di sofa belakang mobil
Bukannya
terbangun, gadis remaja itu masih berada dalam posisi rebahan dengan mata yang
masih tertutup. Melihat wajah anaknya yang penuh dengan rasa lelah setelah
menempuh perjalanan yang sangat jauh, ibu dari anak itu mengurungkan niatnya
untuk membangunkan putrinya. Dia membiarkan anaknya tetap terlelap dalam dunia
mimpi.
Anaknya yang
berumur 15 tahun itu memang sudah sangat besar dan bisa dikatakan cukup berat
jika digendong. Akan tetapi mamanya masih sanggup menggendong anaknya yang sudah
tertidur itu masuk kedalam rumah, tanpa mengeluh sedikitpun.
***
2
hari kemudian,
Pagi hari disalah
satu rumah yang terletak di pedesaan, seorang gadis remaja berseragam putih
biru terlihat dalam keadaan sangat malas sarapan dirumahnya yang baru. Dia
lebih banyak melamun daripada memakan makanan yang tersedia dihadapannya.
“Ayo dong
Elaine, sarapannya di habisin. Jangan didiemin gitu, makan yang banyak biar
bisa semangat di sekolah kamu yang baru...” tegur mamanya Elaine yang melihat
putrinya dalam keadaan tanpa semangat
“Gimana bisa
semangat ma? Tinggal di desa kayak gini. Elaine bakalan nggak bisa kemana-mana,
nggak ada mall apalagi bioskop. Kebanyakan hutannya...” keluh Elaine yang masih
mengaduk-ngaduk makanan yang ada di hadapannya
Hari ini
merupakan hari pertama Elaine di sekolahnya yang baru sebagai murid pindahan
dari kota. Meskipun sekolah yang dia tempati berada di pedesaan, namun sekolah
itu tidaklah seperti yang dipikirkan oleh Elaine selama ini. Sekolah itu cukup
besar, rapi dan bersih, juga dihiasi oleh banyak pepohonan disekitarnya yang
rindang.
Ekspektasi
pertama Elaine memang berbading terbalik dari tebakannya sebelumnya. Tapi
ekspektasinya yang kedua benar-benar sama dengan apa yang dia pikirkan. Sekolah
yang akan dia tempati pelajarnya tidak terlalu banyak, satu kelas hanya
ditempati oleh 15 siswa termasuk Elaine sendiri.
Mengenai cara
berpakaian, hanya Elaine yang terlihat paling mencolok disekolah barunya. Dari
seragam yang dia kenakan sampai perlengkapan sekolah seperti sepatu dan juga
tas yang harganya cukup fantastis jika diuangkan. Dia sering risih dengan
tatapan iri dari temannya, padahal disekolahnya yang dulu berpakaian agak mewah
sudah merupakan hal yang sangat biasa, bahkan harus.
***
Kegiatan belajar
di sekolah SMP Srikandi tidak jauh beda dengan sekolahnya yang dulu. Kegiatan
belajar mengajar dimulai sejak jam 7 pagi, dengan berbagai macam materi yang
disampaikan oleh guru di depan kelas.
30 menit telah
berlalu sejak bel jam sekolah berbunyi. Disaat kondisi kelas dalam keadaan
fokus dalam kegiatan belajar mengajar, seseorang perempuan berambut panjang
terurai masuk begitu saja kedalam kelas tanpa mengucapkan salam maupun permisi
kepada seisi kelas.
“Loh? Anak ini
kok nggak dihukum? Perasaan dia telat deh? nyelonong masuk tanpa permisi lagi”
gumam Elaine mengamati perempuan yang telat masuk
Perempuan itu kini
duduk tepat di depan bangku Elaine. Pakaiannya tidak terlalu berbeda dengan
pakaian yang dikenakan oleh teman-teman sekelasnya, sangat sederhana. Sebelum
perempuan itu duduk dibangkunya, Elaine sempat membaca tag name yang ada di
dadanya. Perempuan itu bernama Andela
Yuwono.
***
Kelas
VIII SMP Srikandi, Jam istirahat.
Elaine tidak
meninggalkan kelas seperti teman-temannya yang lain saat jam istirahat
berlangsung. Dia lebih memilih untuk tetap tinggal dikelas sambil menyantap
bekal yang sudah disiapkan oleh mamanya dari rumah.
Dikelas itu
bukan hanya Elaine seorang yang memilih tinggal dikelas. Perempuan yang datang
telat dipagi tadi masih diam ditempat duduknya, membaca buku pelajaran sambil
sesekali menulis dibuku catatannya.
Elaine tidak mau
mengganggunya, dia lebih fokus untuk memakan bekalnya sambil membuka gadget
miliknya yang kini hanya bisa dipakai untuk SMS dan telpon, sedangkan untuk
internetan sangat terasa lambat karena didesa yang dia tinggali tidak ada
jaringan 3G.
***
Beberapa hari
telah berlalu semenjak Elaine pindah sekolah di SMP Srikandi. Dia tidak terlalu
banyak bergaul dengan teman-teman sekelasnya. Dia lebih sering menyendiri, sama
seperti yang dilakukan oleh temannya yang duduk tepat di bangku depannya.
Perempuan seumuruannya itu terlihat seperti anak ansos yang hanya diam di kelas
untuk belajar, tidak jauh beda dengan dirinya saat ini.
Jam
pulang sekolah, siang hari.
“Yah mama, masa
Elaine harus nunggu selama itu?” keluh Elaine pada seseorang yang sedang
menelponnya saat ini yang tidak lain adalah mamanya sendiri
Mamanya Elaine
yang biasanya menjemput Elaine di sekolah dalam keadaan sibuk. Mamanya meminta
Elaine agar tetap menunggu disekolah selama 30 menit, sebelum beliau
menjemputnya. Selain itu mamanya berkali-kali mengingatkan Elaine agar tetap
disana, melarang Elaine pulang sendirian.
Elaine memiliki
kebiasaan buruk yaitu sangat sering kesal sendiri saat dia dianggap seperti
anak kecil oleh orang lain, termasuk oleh orang tuanya sendiri. Tidak
menghiraukan pesan dari mamanya, Elaine
memutuskan untuk berjalan pulang sendirian. Dia merasa bisa pulang sendiri
tanpa harus dijemput oleh keluarganya yang selalu sibuk.
“Nggak di kota,
nggak di desa. Sama aja... sibuk mulu kerjaannya!” keluh Elaine mengomel
disepanjang jalan pulang
Keputusan Elaine
untuk pulang sendiri merupakan keputusan yang salah. Dia tidaklah benar-benar
hapal dengan jalan yang harus dia lewati untuk sampai kerumahnya, terlalu
banyak persimpangan yang kini membuat dia kebingungan arah, melewati hutan
sampai ke arah sungai.
Tersesat. Elaine
benar-benar dalam keadaan tersesat, dia kini duduk di tepian sungai. Kakinya
terlalu lelah jika harus kembali mencari jalan pulang melewati hutan-hutan.
Keadaan tambah buruk saat ponselnya sudah dalam keadaan mati sejak pulang
sekolah, setelah mamanya menelpon. Dipinggiran sungai di sore hari, Elaine hanya
bisa duduk diam menangis berharap ada yang menjemputnya pulang.
“Eh, kamu Elaine
kan? ngapain sore-sore disini? Aku kira kamu tadi hantu, makanya aku datengin.
Eh tau-taunya kamu, hampir aku dorong ke kali tadi...” tegur seseorang dengan
nada meledek yang asal suaranya tepat berada dibelakang Elaine
Elaine
membalikkan badannya. Dia sangat bersyukur ada seseorang yang menemukannya,
walaupun orang itu bukanlah orang yang dia harapkan. Dihadapannya kini ada
Andela yang hadir dengan sepeda berwarna putih.
“Hantu nggak
muncul jam segini tau!” seru Elaine setengah berteriak karena sudah diledek
oleh Andela
Setelah
berteriak seperti itu, mata Elaine yang mulai mengering kembali dibanjiri oleh
air mata.
“Loh loh, kok
kamu nangis? Aku salah apa? Tadi aku cuman becanda kok” ucap Andela cengo
dengan penuh kebingungan melihat Elaine yang sedang menangis seperti anak kecil
dihadapannya
Elaine menangis
bukan karena dia kesal diledek oleh Andela. Dia menangis karena ada yang
berhasil menemukannya disaat dia sudah merasa putus asa dan mulai berpikir
bahwa dia tidak pernah dicari oleh keluarganya.
Dengan perasaan
malu, Elaine menjelaskan bahwa dia saat ini tersesat karena sok bisa pulang
sendiri padahal tidak tahu arah jalan pulang. Dia meminta Andela untuk mengantarkannya
pulang kerumah. Andela tidaklah menolaknya, dia dengan suka rela mau
mengantarkan Elaine pulang kerumah.
Mereka bersepeda
berdua melewati pinggiran sungai disore hari. Pemandangan pedesaan disore hari
sangatlah indah, sungai yang jernih, pepohonan besar yang rindang, ditambah
mentari di sore hari yang terlihat sangat mempesona di langit senja. Elaine belum
pernah melihat pemandangan seindah itu. Selama ini yang dia lihat di perkotaan
hanyalah kumpulan gedung-gedung dan perumahan yang semakin lama semakin
mempersempit ruang gerak.
“Wah... indah
juga ya pemandangan di desa ini...” seru Elaine memandang takjub kiri dan kanannya
di sepanjang jalan
Sesampainya di
depan rumah Elaine langsung masuk ke dalam rumahnya. Dirumah itu dia mendapati
mamanya yang terlelap di meja ruang tamu dengan tumpukan dokumen kerja yang sudah
menggunung. Dia mulai berpikiran negatif bahwa mamanya lupa menjemputnya
dikarenakan kesibukannya yang kini hampir sama dengan kesibukan papanya. Bahkan...
sampai tidah tahu bahwa anaknya sudah tersesat saat menuju rumah.
“Yaudahlah ya.
Untung tadi ketemu Andela...” ketus Elaine dalam hatinya
***
Sejak kejadian
itu, hubungan Elaine dan Andela mulai akrab. Setiap sore dia selalu
menyempatkan waktunya untuk jalan-jalan bersama dengan Andela menikmati
indahnya suasana pedesaan. Meskipun pada akhirnya dia sering dimarahi mamanya
karena dia selalu pulang sendirian kerumah.
Elaine dan
Andela hanya akrab setelah pulang sekolah. Dia hampir tidak pernah bercengkrama
dengan Andela saat disekolah, karena dia tidak mau mengganggu Andela yang fokus
belajar selama di dalam kelas.
Beberapa minggu
telah berlalu sejak Elaine dan keluarganya pindah ke pedesaan. Suasana
dirumahnya kini mulai sepi, hanya ada 2 pembantu yang terlihat sibuk
membersihkan rumah. Minggu pertama papa dan mamanya masih ada untuk sarapan
bersama, minggu kedua hanya mamanya yang menemani, sekarang mereka berdua menjadi
benar-benar sibuk sehingga tidak ada lagi waktu untuk sekedar sarapan bersama
dengan anaknya sendiri. Mereka berdua sibuk untuk menjalankan proyek
pembangunan di desa yang mereka tempati.
“Andela, bawa
aku ke tempat yang paling indah di desa ini dong” ucap Elaine saat berjalan
bersama dengan Andela
“Loh, ini kan
udah mulai senja. Ntar kamu dicariin loh...” sahut Andela mengingatkan Elaine
“Dicariin
apanya? Mereka kan lagi sibuk. Bahkan... dulu waktu aku tersesat aja, mereka
nggak nyariin aku” keluh Elaine dengan helaan nafas disertai dengan nada
kekesalan
Mendengar curhat
dari Elaine tentang keluarganya, Andela tidak lagi mencoba menghalangi
permintaan Elaine. Dia menerima permintaan Elaine untuk diajak ke tempat yang
paling indah didesanya, walaupun kini sudah hampir senja.
10 menit
kemudian mereka berdua kini berada di daerah yang dipenuhi oleh rerumputan yang
disertai beberapa pohon besar. Mereka berdua duduk di bawah pohon sambil
memandangi langit senja, menyaksikan mentari ditelan oleh sang malam. Selain
indahnya pemandangan langit seusai senja, ditempat itu mulai bermunculan
ratusan kunang-kunang yang beterbangan diantara pepohonan dan rerumputan dengan
kelap kelip cahayanya yang mempesona.
Sambil menikmati
indahnya tempat yang dijanjikan oleh Andela. Elaine mulai bercerita tentang
keluarganya yang sangat jarang meluangkan waktu untuknya. Alasan dia mau ikut
papa dan mamanya tinggal di pedesaan hanya karena dia berpikir kedua orangtua
pasti akan lebih sering berada dirumah saat di desa, nyatanya kedua orangtua
lebih sibuk lagi dibandingkan saat berada di kota. Mereka kini menjalankan banyak
program pembangunan di pedesaan tempat
mamanya dilahirkan.
“Pokoknya aku
nggak mau pulang sebelum mereka yang minta aku pulang” ucap Elaine mengakhiri
ceritanya
“Harusnya kamu
bersyukur masih punya kedua orangtuamu. Dulu adik aku sempat menghilang karena
merasa tidak disayangi oleh mama dan papa. Kami mencari bersama-sama, dan....
pada akhirnya papa mama kecelakaan saat mencari adik aku itu” potong Andela
memulai ceritanya
Andela
menceritakan pengalaman masa lalunya pada Elaine agar Elaine tidak mengalami
apa yang terjadi pada keluarganya di masa lalu. Dia menceritakan apa yang
dirasakan oleh adiknya saat itu mungkin sama seperti yang dirasakan oleh Elaine
saat ini. Merasa tidak disayangi karena tidak pernah meluangkan waktunya untuk
bersama, hingga akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumah agar dicari untuk
membuktikan rasa sayang mereka.
“Pulanglah. Kamu
tidak perlu membuktikan rasa sayang mereka dengan cara kabur seperti ini. Pada
dasarnya semua orangtua pasti sangat menyayangi anaknya. Coba pikir lagi apa
yang sudah diberikan oleh orangtuamu sampai saat ini. Contoh kecilnya, pernah nggak
kamu bangun tidur dalam keadaan berselimut? Padahal kamu yakin tidur tanpa
selimut?” tanya Andela mencoba membuka ingatan masa lalu Elaine
Elaine mulai
merenung sambil memikirkan apa yang sudah diberikan oleh orangtuanya selama
ini. Memori masa lalunya satu persatu mulai bertebaran dalam ingatannya,
menunjukkan pada Elaine tentang banyaknya hal yang menunjukkan bahwa orangtua
sangat sayang padanya.
“Banyak. Contoh
kecilnya, aku pernah tidur di dalam mobil. Pas bangun aku sudah berada di dalam
kamar lengkap dengan selimut...” ucap Elaine dengan air mata yang mulai
bercucuran
Elaine mulai
menyesal atas apa yang dia lakukan saat ini. Dia mengakui bahwa dirinya salah.
Tak seharusnya seorang anak meminta bukti kasih sayang pada orangtuanya.
Sebagai anak bukanlah menuntut, tapi membuktikan kasih sayang pada orangtuanya
dengan menunjukkan prestasi yang membanggakan.
***
Suatu
pagi di salah satu rumah.
“Kamu banyak
berubah ya selama tinggal di desa ini. Sifat kekanak-kanakannya udah mulai
hilang...” seru papanya Elaine membuka obrolan saat sarapan bersama di ruang
makan
“Iya dong.
Selama ini Elaine diajarkan untuk bersyukur dengan apa yang dimiliki oleh
Elaine saat ini, terutama memiliki kalian” sahut Elaine bersemangat menanggapi
ucapan papanya
“Emangnya siapa
yang ngajarin kamu? bukan temen cowok kan?” tanya Mamanya Elaine dengan nada
menginterogasi anaknya
“Ya bukanlah,
temennya Elaine itu cewek. Dia mengajari Elaine untuk bersyukur punya kalian
pas Elaine kabur dulu. Temannya Elaine itu namanya Andela Yuwono” jawab Elaine
atas pertanyaan mamanya
Wajah mama dan
papa Elaine tiba-tiba berubah menjadi wajah penuh dengan rasa kaget tidak
percaya. Mereka kaget karena Elaine menyebut nama Andela. Bahka mamanya sampai
meninggalkan ruang makan dalam keadaan menangis.
“Andela Yuwono?
Kamu tahu dari mana? Itu kan kakaknya mama kamu yang meninggal 25 tahun yang
lalu di desa ini saat mencari mama kamu?” tanya papanya Elaine masih tidak
percaya dengan cerita Elaine
Faktanya Andela
adalah kakak kandungnya Mama Elaine yang sudah meninggal 25 tahun lalu. Bukan
hanya Andela namun papa dan mamanya juga mengalami nasib yang sama dengan
Andela. Mereka kecelakaan karena memaksakan diri mencari Mamanya Elaine yang
pada saat itu kabur dari rumah di saat hujan dan badai berlangsung didesanya, yang
menyebabkan air sungai meluap. Keesokan harinya disaat banjir mulai surut,
mereka ditemukan dalam keadaan tak bernafas lagi di bawah pohon besar di daerah
padang rerumputan.
***
Sejak hari itu
Elaine tidak pernah lagi bertemu dengan Andela. Bangku di depannya sejak awal
memang kosong tak berpenghuni. Dia mulai mengerti kenapa tidak ada satupun guru
maupun teman sekelasnya yang menegur Andela ketika telat masuk kelas, karena
Andela memang tidak ada.
“Makasih Tante
Andela. Aku tau tujuan tante baik, yaitu menyadarkan Elaine untuk tidak pernah
meragukan kasih sayang dari mama dan
papa. Makasih Tante Andela, yang tenang ya disana...” ucap Elaine sambil memandangi
langit senja di tempat terakhirnya bertemu dengan Andela, yang tidak lain
adalah tantenya sendiri yang telah meninggal 25 tahun yang lalu
Tamat.
Penulis
No comments:
Post a Comment