Tak terasa 3 tahun telah berlalu. Frieska sekarang
sudah berada di kelas XII, tinggal beberapa bulan lagi dia akan menyelesaikan
masa-masa di SMAnya. Sedangkan Melody sudah berada di semester pertengahan
dimana tugas-tugas kuliah semakin banyak dan menumpuk ditiap hari-harinya.
Sepulang dari sekolah, Frieska berdiri didepan rumahnya
sambil memandangi tiap sisi-sisi rumahnya. Rumah itu adalah rumah yang selama
ini didiami olehnya, rumah yang penghuninya sangat jarang berada dirumah. Papa
dan mamanya pulang kerja jam 8 malam, sedangkan kakaknya sekarang fokus untuk
mengerjakan tugas kuliah yang membuat waktunya dirumah menjadi sangat sedikit.
Keadaan didalam rumah benar-benar sepi. Pada meja makan sudah
tersedia nasi hangat lengkap dengan lauk pauknya. Frieska tau siapa yang
melakukan semua itu, yaitu Melody kakaknya sendiri. Semenjak lulus dari SMA dan
melanjutkan ke perguruan tinggi, Melody lebih berperan layaknya pengganti
mamanya ketika di siang hari. Pulang kerumah 1 jam sebelum Frieska pulang
kerumah hanya untuk membuatkan makan siang adik kesayangannya itu, kemudian
pergi lagi untuk mengerjakan tugasnya sebagai mahasiswi yang sibuk.
Meskipun Melody sibuk, tapi kakaknya itu tetap membuat
makan siang untuk Frieska. Padahal Frieska sendiri sering membiarkan makanan
yang dimasak oleh kakaknya tidak dia makan, dia membiarkan makanan itu tak
tersentuh dimeja makan sampai sedingin-dinginnya. Pernah juga semua masakan
yang dibuat oleh Melody dia tumpahkan diatas meja dengan sengaja agar kakaknya
kesal dan tidak pernah lagi membuatkannya makan siang, namun tetep saja kakaknya
membuatkannya makan siang di tiap harinya.
Setiap ingat akan kejadian itu sambil memakan masakan
kakaknya, membuat mata Frieska menjadi berkaca-kaca, kemudian keluar air mata
secara spontan dari matanya yang indah itu.
“Cuman makan masakan ginian doang bisa bikin nangis. Tubuh
kadang nggak sinkron sama hati, bawaanya pengen nurutin apa kata hati aja. Ya
ampun Fries...” batin Frieska sambil menghapus air matanya
Sore hari telah berganti menjadi malam. Melody sudah
pulang dari tadi, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Mereka semua terlihat
sangat kelelahan dengan aktivitas yang mereka lakukan di tiap harinya. Dengan
alasan itu, Frieska tidak banyak komplain ataupun mempermasalahkan kondisi yang
dialami olehnya dan keluarganya. Mungkin ada saat dimana dia ingin berteriak
dengan berbagai keluhan yang dia rasakan, tapi... dia tidak pernah
melakukannya. Dia sadar semua orang yang ada dirumahnya menjalankan semuanya
sesuai dengan perannya masing-masing.
***
Keesokan harinya,
Hari Minggu, tepatnya
jam 8 pagi Frieska dijemput oleh Naomi teman sekelasnya yang pindah 6 bulan
yang lalu ke sekolahnya. Frieska pamit dengan cara meninggalkan pesan melalui
kertas yang ditempelkan di atas pintu rumahnya, karena dia tidak mau mengganggu
jam istirahat keluarganya di hari minggu.
Ini merupakan untuk pertama kalinya Frieska berkunjung
kerumah Naomi setelah 6 bulan kenal dengannya. Hal yang membuat Frieska risih
saat berada dirumah Naomi yaitu saat keluarga Naomi yang menyambutnya dengan
sangat ramah, meskipun agak berlebihan tapi semua itu juga membuatnya merasa
senang.
Selama di rumah Naomi, Frieska mengamati semua aktivitas
yang dilakukan oleh adiknya Naomi yang sangat sering menjahili kakaknya yang
sedang belajar bersama di ruang tamu. Entah kenapa Frieska merasa senang
sekaligus iri dengan kehidupan mereka, meskipun terlihat seperti bertengkar
tapi sebenarnya mereka saling mengakrabkan diri mereka.
“Kok aku jadi ngiri gini ya sama mereka?” gumam Frieska
dalam lamunannya
***
Hari demi hari Frieska sangat sering mampir kerumah Naomi
sebelum pulang kerumahnya, selain untuk berkunjung juga untuk makan siang
bersama dengan keluarga Naomi yang sangat ramah padanya. Alhasil makan siang
yang dibuatkan oleh kakaknya terpaksa harus dia simpan di dalam kulkas atau
dibuang secara diam-diam ketika kakaknya tidak ada dirumah.
Suatu siang, saat Frieska mau memasukkan makan siang yang
dibikin oleh kakaknya ke dalam kantung plastik. Ternyata waktu itu kakaknya sedang
duduk ditangga sambil melihat apa yang Frieska lakukan. Melody... memalingkan
wajahnya ketika Frieska menoleh kearahnya, kemudian Melody berlalu keluar rumah
meninggalkannya.
Sekilas dari belakang Frieska melihat kakaknya itu
seperti mengusap sesuatu yang ada didekat matanya. Hari ini... Frieska sukses
mengecewakan kakaknya secara terang-terangan, dia sadar pasti kakaknya sangat
sedih melihat kelakuannya.
Dengan rasa bersalah, Frieska mulai duduk sambil
mencicipi masakan Melody yang ada di atas meja.
Rasanya sih memang enak... tapi perut Frieska sudah dalam keadaan
kenyang setelah makan siang dirumah Naomi. Perut kenyang memang tidak bisa
dipaksakan untuk makan, akhirnya Frieska muntah juga saat memaksakan dirinya
untuk menghabiskan masakan kakaknya. Rasa bersalah Frieska semakin bertambah
saat semua masakan yang dibuat kakaknya harus berakhir di saluran wastafel.
***
3 hari kemudian,
Di dalam rumah Frieska duduk diam di ruang tamu rumahnya.
Di pagi minggu yang agak mendung itu dia habiskan dengan menonton acara
televisi dengan tatapan kosong. Frieska masih dalam keadaan merasa bersalah
dengan semua yang telah dia lakukan. Terlebih lagi dia belum sempat minta maaf
pada kakaknya disaat kakaknya pergi keluar kota beberapa hari yang lalu.
Frieska memainkan remote, mengganti channel demi channel
terus menerus. Dan... aktivitas itu dia hentikan pada salah channel yang sedang
memberitakan pesawat yang mengalami kecelakaan akibat cuaca yang buruk. Frieska
langsung shock saat mengetahui nama pesawat yang mengalami kecelakaan itu
persis dengan nama pesawat yang ditumpangi oleh kakaknya untuk pulang pada hari
ini.
Frieska yang melihat berita itu langsung bergegas
meninggalkan rumahnya untuk menuju bandara yang ada dikotanya. Dia pergi
sendirian karena kedua orangtuanya sedang tidak ada dirumah pada saat itu, dia
hanya bisa memberitahu kedua orangtuanya melalui pesan teks untuk segera
menyusulnya ke bandara.
***
Di ruang
informasi bandara sudah banyak orang yang mengantri untuk mencari informasi
tentang keluarga mereka. Papan pengumuman yang menampilkan daftar korban
pesawat dipenuhi oleh orang-orang dengan raut wajah sedih dan banyak juga dari
mereka yang bersandar di dinding dengan isak tangis mereka.
Frieska menunggu
orang-orang yang memadati papan pengumuman berkurang. Dia menunggu sambil menggigit
jarinya, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia tidak ingin hal yang dia
takutkan terjadi pada seseorang yang dia sayangi, yaitu kakaknya.
Sama seperti
orang-orang yang berada di bandara, Frieska-pun menjadi down ketika melihat
papan pengumuman korban kecelakaan pesawat. Air matanya mulai mengalir dengan
sangat deras setelah melihat nama kakaknya berada dalam list korban.
Dari pagi, siang,
sore dan sekarang sudah malam. Frieska berpikir di malam ini dia tidak bisa
pulang kerumah setelah mengetahui info yang tragis ini. Bandara sedang diguyur
hujan yang sangat deras. Frieska bersandar sambil memandangi hujan diluar, hawa
dingin mulai terasa dikulitnya, bahkan dinginnya mulai terasa perih dan mulai
menusuk ke dalam tulangnya.
Perubahan cuaca
membuat proses evakuasi menjadi sangat terhambat. Frieska bisa merasakan apa
yang dirasakan oleh orang-orang yang berada di bandara, mereka semua masih
menunggu sebuah keajaiban kosong akan terjadi. Sebuah keajaiban yang hampir
tidak mungkin terjadi.
“Mbak, mau kue?”
ucap ibu-ibu disebelah Frieska yang menawarkan Frieska kue
“Makasih bu....”
Sahut Frieska langsung mengambil kue yang ditawarkan padanya, karena dia
benar-benar merasa lapar setelah seharian berada di bandara tanpa adanya makan
Kue yang Frieska
ambil adalah kue bolu yang biasanya dibuatkan oleh kakaknya. Frieska memakan
kue itu dengan bercucuran air mata karena teringat dulu dia sering makan kue
itu berduaan dengan kakaknya.
“Udah nak, pulang ya. Nanti kamu sakit...” ucap seseorang
yang memakaikan Frieska jaket hangat dari belakangnya
Mama dan Papanya Frieska akhirnya menemukan Frieska di
bandara, rasa khawatir mereka terhadap Frieska sama seperti rasa khawatirnya
terhadap Melody.
“Tapi Ma, Kak Melody...” rengek Frieska yang masih
berlinangan air matanya
Mamanya Frieska memeluk Frieska erat, saat dipeluk
Frieska merasakan sesuatu yang basah didekat pipinya. Ya... baru kali ini
Frieska melihat mamanya menangis dihadapannya. Begitu juga dengan papanya,
meskipun terlihat berusaha menahan tangisannya, akan tetapi air matanya
mengalir dari matanya. Mereka bertiga mengekspresikan apa yang mereka rasakan
dengan tangisan bisu dimalam yang terasa sangat dingin dibandingkan dengan
malam-malam sebelumnya.
***
6 bulan kemudian,
Sudah 6 bulan
sejak insiden kecelakaan pesawat itu. Sekarang Frieska memandangi tempat
jatuhnya pesawat sambil meletakkan sebuah karangan bunga. Yang berduka terhadap
insiden pesawat itu bukan cuman Frieska, banyak juga orang-orang yang datang
sambil membawa karangan bunga, entah mereka keluarga ataupun kerabat yang
ditinggalkan. Mata Frieska yang awalnya kering mulai basah dengan butiran air
yang bersumber dari matanya.
“Eh Frieska!
jangan bengong, ntar kesambet loh! Pakai acara nangis lagi” seru seorang cewek
yang berada dikursi roda
“Apaan sih Kak Melody ganggu aja nih. Frieska ikut
berduka dengan keluarga mereka yang tidak bisa diselamatkan lagi. Frieska tidak
bisa membayangkan, seandainya saat itu kakak tidak bisa diselamatkan, Frieska
akan menyesal seumur hidup karena Frieska sudah jahat banget sama kakak...”
ucap Frieska lirih dengan air mata yang makin deras membanjiri matanya
Melody memandangi tempat jatuhnya pesawat, dia juga tidak
menyangka bisa selamat dalam kecelakaan pesawat yang gagal mendarat di bandara
6 bulan yang lalu.
“Mungkin kakak selamat karena do’a dari adik kecil kakak
di dengar oleh tuhan...” ucap Melody sambil mengusap air mata Frieska
No comments:
Post a Comment