Laman

Friday, January 16, 2015

Melody x Frieska : Goodbye Sister


Tak terasa 3 tahun telah berlalu. Frieska sekarang sudah berada di kelas XII, tinggal beberapa bulan lagi dia akan menyelesaikan masa-masa di SMAnya. Sedangkan Melody sudah berada di semester pertengahan dimana tugas-tugas kuliah semakin banyak dan menumpuk ditiap hari-harinya.

Sepulang dari sekolah, Frieska berdiri didepan rumahnya sambil memandangi tiap sisi-sisi rumahnya. Rumah itu adalah rumah yang selama ini didiami olehnya, rumah yang penghuninya sangat jarang berada dirumah. Papa dan mamanya pulang kerja jam 8 malam, sedangkan kakaknya sekarang fokus untuk mengerjakan tugas kuliah yang membuat waktunya dirumah menjadi sangat sedikit.

Keadaan didalam rumah benar-benar sepi. Pada meja makan sudah tersedia nasi hangat lengkap dengan lauk pauknya. Frieska tau siapa yang melakukan semua itu, yaitu Melody kakaknya sendiri. Semenjak lulus dari SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi, Melody lebih berperan layaknya pengganti mamanya ketika di siang hari. Pulang kerumah 1 jam sebelum Frieska pulang kerumah hanya untuk membuatkan makan siang adik kesayangannya itu, kemudian pergi lagi untuk mengerjakan tugasnya sebagai mahasiswi yang sibuk.

Meskipun Melody sibuk, tapi kakaknya itu tetap membuat makan siang untuk Frieska. Padahal Frieska sendiri sering membiarkan makanan yang dimasak oleh kakaknya tidak dia makan, dia membiarkan makanan itu tak tersentuh dimeja makan sampai sedingin-dinginnya. Pernah juga semua masakan yang dibuat oleh Melody dia tumpahkan diatas meja dengan sengaja agar kakaknya kesal dan tidak pernah lagi membuatkannya makan siang, namun tetep saja kakaknya membuatkannya makan siang di tiap harinya.

Setiap ingat akan kejadian itu sambil memakan masakan kakaknya, membuat mata Frieska menjadi berkaca-kaca, kemudian keluar air mata secara spontan dari matanya yang indah itu.

“Cuman makan masakan ginian doang bisa bikin nangis. Tubuh kadang nggak sinkron sama hati, bawaanya pengen nurutin apa kata hati aja. Ya ampun Fries...” batin Frieska sambil menghapus air matanya   

Sore hari telah berganti menjadi malam. Melody sudah pulang dari tadi, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Mereka semua terlihat sangat kelelahan dengan aktivitas yang mereka lakukan di tiap harinya. Dengan alasan itu, Frieska tidak banyak komplain ataupun mempermasalahkan kondisi yang dialami olehnya dan keluarganya. Mungkin ada saat dimana dia ingin berteriak dengan berbagai keluhan yang dia rasakan, tapi... dia tidak pernah melakukannya. Dia sadar semua orang yang ada dirumahnya menjalankan semuanya sesuai dengan perannya masing-masing.

***

Keesokan harinya,

Hari Minggu, tepatnya jam 8 pagi Frieska dijemput oleh Naomi teman sekelasnya yang pindah 6 bulan yang lalu ke sekolahnya. Frieska pamit dengan cara meninggalkan pesan melalui kertas yang ditempelkan di atas pintu rumahnya, karena dia tidak mau mengganggu jam istirahat keluarganya di hari minggu.

Ini merupakan untuk pertama kalinya Frieska berkunjung kerumah Naomi setelah 6 bulan kenal dengannya. Hal yang membuat Frieska risih saat berada dirumah Naomi yaitu saat keluarga Naomi yang menyambutnya dengan sangat ramah, meskipun agak berlebihan tapi semua itu juga membuatnya merasa senang.

Selama di rumah Naomi, Frieska mengamati semua aktivitas yang dilakukan oleh adiknya Naomi yang sangat sering menjahili kakaknya yang sedang belajar bersama di ruang tamu. Entah kenapa Frieska merasa senang sekaligus iri dengan kehidupan mereka, meskipun terlihat seperti bertengkar tapi sebenarnya mereka saling mengakrabkan diri mereka.  

“Kok aku jadi ngiri gini ya sama mereka?” gumam Frieska dalam lamunannya

***

Hari demi hari Frieska sangat sering mampir kerumah Naomi sebelum pulang kerumahnya, selain untuk berkunjung juga untuk makan siang bersama dengan keluarga Naomi yang sangat ramah padanya. Alhasil makan siang yang dibuatkan oleh kakaknya terpaksa harus dia simpan di dalam kulkas atau dibuang secara diam-diam ketika kakaknya tidak ada dirumah.

Suatu siang, saat Frieska mau memasukkan makan siang yang dibikin oleh kakaknya ke dalam kantung plastik. Ternyata waktu itu kakaknya sedang duduk ditangga sambil melihat apa yang Frieska lakukan. Melody... memalingkan wajahnya ketika Frieska menoleh kearahnya, kemudian Melody berlalu keluar rumah meninggalkannya.

Sekilas dari belakang Frieska melihat kakaknya itu seperti mengusap sesuatu yang ada didekat matanya. Hari ini... Frieska sukses mengecewakan kakaknya secara terang-terangan, dia sadar pasti kakaknya sangat sedih melihat kelakuannya.

Dengan rasa bersalah, Frieska mulai duduk sambil mencicipi masakan Melody yang ada di atas meja.  Rasanya sih memang enak... tapi perut Frieska sudah dalam keadaan kenyang setelah makan siang dirumah Naomi. Perut kenyang memang tidak bisa dipaksakan untuk makan, akhirnya Frieska muntah juga saat memaksakan dirinya untuk menghabiskan masakan kakaknya. Rasa bersalah Frieska semakin bertambah saat semua masakan yang dibuat kakaknya harus berakhir di saluran wastafel.  

***

3 hari kemudian,

Di dalam rumah Frieska duduk diam di ruang tamu rumahnya. Di pagi minggu yang agak mendung itu dia habiskan dengan menonton acara televisi dengan tatapan kosong. Frieska masih dalam keadaan merasa bersalah dengan semua yang telah dia lakukan. Terlebih lagi dia belum sempat minta maaf pada kakaknya disaat kakaknya pergi keluar kota beberapa hari yang lalu.

Frieska memainkan remote, mengganti channel demi channel terus menerus. Dan... aktivitas itu dia hentikan pada salah channel yang sedang memberitakan pesawat yang mengalami kecelakaan akibat cuaca yang buruk. Frieska langsung shock saat mengetahui nama pesawat yang mengalami kecelakaan itu persis dengan nama pesawat yang ditumpangi oleh kakaknya untuk pulang pada hari ini.   

Frieska yang melihat berita itu langsung bergegas meninggalkan rumahnya untuk menuju bandara yang ada dikotanya. Dia pergi sendirian karena kedua orangtuanya sedang tidak ada dirumah pada saat itu, dia hanya bisa memberitahu kedua orangtuanya melalui pesan teks untuk segera menyusulnya ke bandara.

***

Di ruang informasi bandara sudah banyak orang yang mengantri untuk mencari informasi tentang keluarga mereka. Papan pengumuman yang menampilkan daftar korban pesawat dipenuhi oleh orang-orang dengan raut wajah sedih dan banyak juga dari mereka yang bersandar di dinding dengan isak tangis mereka.

Frieska menunggu orang-orang yang memadati papan pengumuman berkurang. Dia menunggu sambil menggigit jarinya, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia tidak ingin hal yang dia takutkan terjadi pada seseorang yang dia sayangi, yaitu kakaknya.

Sama seperti orang-orang yang berada di bandara, Frieska-pun menjadi down ketika melihat papan pengumuman korban kecelakaan pesawat. Air matanya mulai mengalir dengan sangat deras setelah melihat nama kakaknya berada dalam list korban.

Dari pagi, siang, sore dan sekarang sudah malam. Frieska berpikir di malam ini dia tidak bisa pulang kerumah setelah mengetahui info yang tragis ini. Bandara sedang diguyur hujan yang sangat deras. Frieska bersandar sambil memandangi hujan diluar, hawa dingin mulai terasa dikulitnya, bahkan dinginnya mulai terasa perih dan mulai menusuk ke dalam tulangnya.

Perubahan cuaca membuat proses evakuasi menjadi sangat terhambat. Frieska bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang berada di bandara, mereka semua masih menunggu sebuah keajaiban kosong akan terjadi. Sebuah keajaiban yang hampir tidak mungkin terjadi.

“Mbak, mau kue?” ucap ibu-ibu disebelah Frieska yang menawarkan Frieska kue

“Makasih bu....” Sahut Frieska langsung mengambil kue yang ditawarkan padanya, karena dia benar-benar merasa lapar setelah seharian berada di bandara tanpa adanya makan

Kue yang Frieska ambil adalah kue bolu yang biasanya dibuatkan oleh kakaknya. Frieska memakan kue itu dengan bercucuran air mata karena teringat dulu dia sering makan kue itu berduaan dengan kakaknya.

“Udah nak, pulang ya. Nanti kamu sakit...” ucap seseorang yang memakaikan Frieska jaket hangat dari belakangnya

Mama dan Papanya Frieska akhirnya menemukan Frieska di bandara, rasa khawatir mereka terhadap Frieska sama seperti rasa khawatirnya terhadap Melody.

“Tapi Ma, Kak Melody...” rengek Frieska yang masih berlinangan air matanya

Mamanya Frieska memeluk Frieska erat, saat dipeluk Frieska merasakan sesuatu yang basah didekat pipinya. Ya... baru kali ini Frieska melihat mamanya menangis dihadapannya. Begitu juga dengan papanya, meskipun terlihat berusaha menahan tangisannya, akan tetapi air matanya mengalir dari matanya. Mereka bertiga mengekspresikan apa yang mereka rasakan dengan tangisan bisu dimalam yang terasa sangat dingin dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya.

***

6 bulan kemudian,

Sudah 6 bulan sejak insiden kecelakaan pesawat itu. Sekarang Frieska memandangi tempat jatuhnya pesawat sambil meletakkan sebuah karangan bunga. Yang berduka terhadap insiden pesawat itu bukan cuman Frieska, banyak juga orang-orang yang datang sambil membawa karangan bunga, entah mereka keluarga ataupun kerabat yang ditinggalkan. Mata Frieska yang awalnya kering mulai basah dengan butiran air yang bersumber dari matanya.

“Eh Frieska! jangan bengong, ntar kesambet loh! Pakai acara nangis lagi” seru seorang cewek yang berada dikursi roda

“Apaan sih Kak Melody ganggu aja nih. Frieska ikut berduka dengan keluarga mereka yang tidak bisa diselamatkan lagi. Frieska tidak bisa membayangkan, seandainya saat itu kakak tidak bisa diselamatkan, Frieska akan menyesal seumur hidup karena Frieska sudah jahat banget sama kakak...” ucap Frieska lirih dengan air mata yang makin deras membanjiri matanya

Melody memandangi tempat jatuhnya pesawat, dia juga tidak menyangka bisa selamat dalam kecelakaan pesawat yang gagal mendarat di bandara 6 bulan yang lalu.

“Mungkin kakak selamat karena do’a dari adik kecil kakak di dengar oleh tuhan...” ucap Melody sambil mengusap air mata Frieska

No comments:

Post a Comment