Langit yang mendung berangsur-angsur berubah menjadi cerah. Awan–awan hitam yang menyelimuti langit mulai berganti dengan awan-awan putih. Hujan yang awalnya turun dengan derasnya kini telah reda, yang tersisa dari hujan hanyalah pelangi yang indah serta pepohonan dengan daun yang masih basah.
Sesaat setelah hujan
reda, Veranda segera mengeluarkan mobilnya untuk menuju ke rumahnya Kinal yang
ada di Bandung. Kemarin malam Kinal telah berjanji akan menemaninya jalan-jalan
ke Mall, sebagai balas jasa karena dia telah membantu Kinal menyelesaikan
tugas-tugas kuliahnya.
Rumah
Kinal, Sore hari
Dalam waktu tempuh
3 Jam perjalanan, Veranda akhirnya sampai juga di depan rumah Kinal. Saat mau
mengetuk pintu rumah Kinal, Veranda menatap barang-barang yang ada di depan
rumahnya Kinal yang berupa ransel dan juga bola basket.
“Eh kamu Ve, kebetulan
banget. Temenin aku latihan basket ya hari ini...” ucap Kinal yang baru saja keluar
dari rumahnya dengan pakain basket lengkap
“Latihan Basket?
Tapi kan... kamu udah janji mau nemenin aku beli baju di Mall sore ini?” balas
Veranda dengan nada menyangkal
“Udahlah Ve.
Baju kamu kan ada segudang di rumah kamu, nggak usah beli lagi lah. Temenin aku
latihan basket lebih worth it kali. Ayo buruan, yang lain udah nunggu aku
nih...” sahut Kinal memakai ranselnya sambil membawa bola basketnya menuju
mobil Veranda.
“Ta... pi...kan
kamu kan udah....”
Veranda menghentikan
kalimat sanggahan yang seharusnya dia ucapkan pada Kinal. Dia hanya bisa
menghela nafas pertanda dia mengalah dengan sangat terpaksa. Untuk kesekian
kalianya Kinal dengan seenaknya membatalkan janji yang telah dia buat padanya.
***
Lapangan
Basket, Sore Hari
Di lapangan
Basket Veranda hanya bisa duduk diam memandangi Kinal yang sedang latihan
basket bersama dengan teman-temannya yang lain.
“Sahabat macam
apa yang tega batalin janjinya berkali-kali?” batin Veranda saat memandangi
Kinal sedang bersenang-senang dengan teman-temannya
Rutinitas yang
biasa dilakukan Veranda saat menemani Kinal latihan Basket hanyalah mendengarka
musik dengan gadget kesayangannya. Bagi Ve, menemani Kinal latihan basket
adalah hal yang sangat membosankan di sepanjang hidupnya.
***
Sabtu
malam, Cafe.
Sabtu malam
Veranda kembali ke kotanya di Jakarta. Dia tidak langsung kembali ke rumahnya,
melainkan mampir sejenak ke salah satu cafe yang cukup terkenal di Jakarta,
terutama di kalangan anak remaja.
Di dalam Cafe, Veranda
hanya duduk sendirian. Dia duduk sambil menatap layar Laptop miliknya. Sambil
menikmati Mocca latte yang dia pesan, dia mulai mengerjakan tugas-tugas yang
ada di hadapannya.
“Hai, sendiri
aja. Boleh aku duduk disini? Soalnya, tempat yang lain sudah penuh...” ucap
seorang cewek berkacamata dengan rambut pendek sebahu yang menghampiri tempat
duduk Veranda
“Hai juga.
Silakan, ini tempat umum kok...” sahut Veranda mempersilakan cewek itu duduk
Cewek itu duduk
sambil memperhatikan buku-buku yang ada di hadapan Veranda, dia mengamati nama
yang ada di sampul buku catatan yang dipegang Veranda,
“Kinal, kenalkan
nama aku Ghaida?” seru perempuan itu sambil menyodorkan tangan kanannya untuk
bersalaman dengan Veranda
Veranda terkejut
ketika cewek itu memanggilnya dengan sebutan Kinal,
“Sok kenal
banget sih? Nama aku bukan Kinal lagi...” sanggah Veranda disertai dengan tawa
“Tapi... di
sampul buku catatan kamu, namanya Kinal...” ucap cewek itu membela diri
Veranda
mengalihkan pandangannya ke arah sampul buku catatan yang dipegangnya. Pada
sampul itu tertulis dengan jelas nama Kinal. Veranda hanya bisa tersenyum
simpul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Hanya karena
aku memegang buku yang ada Nama Kinalnya, bukan berarti nama Aku Kinal.
Perkenalkan, Nama Aku Veranda...” ucap Veranda menarik tangan kanan Ghaida
untuk berjabat tangan dengannya
“Iya, salam
kenal juga...” balas cewek itu dengan pipi yang memerah, pertanda dia malu
dengan aksi sok tau yang baru saja dia lakukan.
Cewek bernama Ghaida
itu selain menikmati segelas White Coffe yang ada di tangannya, dia juga mengamati
apa yang dilakukan oleh Veranda. Bahkan dia cukup lama memandangi wajah
Veranda, lebih tepatnya mengamati ekspresi dari raut wajah Veranda.
“Tumben malam
minggu masih ngerjakan tugas Kuliah? Rajin banget?” celetuk Ghaida pada Veranda
yang fokus ngerjakan tugas
“Iya dong...
sebagai manusia kan kita harus rajin dalam hal apapun, termasuk ngerjakan
tugas...” balas Veranda santai
“Tapi wajah kamu
menunjukkan yang sebaliknya. Aku bisa membaca kepribadian kamu dari raut
wajahmu. Kamu itu persis seperti seseorang yang akan melakukan apapun agar
seseorang tidak meninggalkanmu. Dengan kata lain, kamu lagi mengerjakan tugas
milik teman kamu agar kamu bisa tetap berteman dengannya, benar kan? kamu
adalah tipikal cewek pendiam yang tidak punya banyak teman...” ucap Ghaida
panjang lebar di depan Veranda
Veranda terdiam,
dia sangat emosi dengan apa yang dikatakan oleh orang yang baru saja dia kenal.
Tapi, dia tidak bisa mengungkapkan rasa emosinya karena apa yang dikatakan oleh
cewek bernama Ghaida itu sangat sesuai dengan apa yang telah terjadi pada
kehidupannya. Kinal adalah satu-satunya sahabat yang dimilikinya. Sejak memulai
kuliah di Bandung dia tidak punya banyak teman, teman-teman satu sekolahnya rata-rata
kuliah di Univeristas yang ada di Malang dan Surabaya. Tujuannya ke Bandung
selain untuk kuliah yaitu untuk melakukan aktivitas bersama dengan Kinal,
seperti menemani Kinal latihan Basket dan membantu Kinal mengerjakan tugas
kuliahnya.
Tak berapa lama
kemudian Veranda mengemasi barang-barangnya. Dia menolak berdebat dengan
Ghaida. Dia lebih memilih menjauhi masalah, daripada menghadapi masalah.
***
Malam
Hari, Di kamar Veranda.
“Huftt....
selesai juga semua tugas Kinal...” ucap Veranda menutup layar laptop miliknya
Veranda
membaringkan badannya diatas kasurnya yang empuk. Tepat saat dia sampai
kerumahnya, Hujan kembali turun dengan derasnya. Sambil rebahan, Veranda
mengarahkan matanya pada kaca jendela kamarnya yang telah berembun. Disaat
memandangi kaca jendela kamarnya, dia jadi teringat perkataan Ghaida.
“Apa yang bisa
aku lakukan agar Kinal memberikan feedback atas apa yang telah aku perjuangkan?
Dia punya banyak teman, kalo aku meningglkannya nggak ada pengaruhnya sama
sekali buat dia. Sedangkan aku? kalo dia tidak berteman lagi sama aku.... yang
terjadi malah sebaliknya...” batin Veranda saat melamun
Veranda berusaha
mempertahankan persahabatannya dengan Kinal dengan cara melakukan apa yang bisa
mengurangi beban Kinal. Salah satunya dengan cara mengerjakan tugas Kuliah
Kinal yang bagi Kinal sangat sulit untuk dikerjakannya sendiri. Semakin lama,
Kinal jadi semakin sibuk dengan tim Basketnya. Karena terbiasa meminta bantuan
Veranda, akhirnya Veranda lah yang selama ini mengerjakan semua tugas kuliah
milik Kinal.
***
Senin
Siang, Kampus.
Dari Senin
sampai Jum’at Veranda rutin berangkat ke Bandung untuk mengikuti perkuliahan di
kampusnya. Veranda kuliah di kampus yang sama dengan kampusnya Kinal, karena hanya
di kampus itu yang menyediakan jurusan yang sesuai dengan passion Veranda.
Rutinitas yang
dilakukan oleh mereka berdua saat siang hari yaitu pergi ke kantin bareng-bareng
untuk makan siang. Tapi, sebelum menuju kantin sama seperti biasanya Veranda
meminta Kinal menemaninya ke toilet untuk merapikan make up yang ada di
wajahnya.
Saat menunggu
Veranda merapikan make up nya, Kinal memperhatikan sebuah benda persegi yang
terlihat di dalam tas Veranda. Kinal yang penasaran langsung mengambil tas
Veranda untuk melihat benda yang dia curigai,
“Ve? Sejak kapan
kamu ngerokok?” tanya Kinal menginterogasi Veranda dengan menunjukkan rokok
yang ada di dalam tasnya Veranda
“Udah ah jangan
di bahas, biarin aja kenapa....” balas Veranda yang terlihat cuek
“Biarin? Nggak
usah di bahas? Kamu itu cewek Ve! Cewek yang merokok itu imejnya jelek banget...”
Bentak Kinal dengan nada tinggi
“Kalo aku
merokok? Emangnya kamu peduli? Nggak juga kan? bahkan kamu juga nggak peduli
dengan pengorbanan yang selama ini aku lakukan untuk mempertahankan
persahabatan diantara kita berdua. Kamu seenaknya berjanji, dan seenaknya juga
mengingkari. Kin, Aku nggak punya banyak teman, sahabatku hanya kamu seorang. Selama
ini aku berjuang agar kamu nggak ninggalin aku seperti yang lainnya dengan cara
mengerjakan semua tugas kuliah kamu. Aku stress Kin, mengerjakan tugas kuliah
yang bukan berasal dari jurusan aku itu susah banget. Aku belajar dari awal
lagi untuk menyelesaikan semua tugas kamu... makanya aku....”
Veranda menghentikan
kalimatnya. Dia mengambil paksa tasnya yang ada di tangan Kinal, dan segera beranjak
meninggalkan Kinal. Bahkan... Veranda membanting dengan sangat keras pintu
toilet, sebagai bentuk peluapan emosinya pada Kinal.
Kinal hanya
terdiam di dalam toilet. Bagi Kinal, Ini merupakan pertama kalianya Veranda
berteriak penuh emosi kepadanya, dan untuk pertama kalinya juga Veranda
mengungkapkan semua yang dipendamnya selama ini.
***
3
Hari kemudian,
Sejak insiden
itu, Veranda tidak pernah lagi terlihat di kampus. Kinal yang khawatir
berkali-kali menghubungi ponsel milik sahabatnya itu, namun tidak pernah ada
yang di angkat. Bahkan ratusan sms yang dia kirim tidak ada satupun yang di
balas oleh Veranda.
Setelah
perkuliahan selesai, Kinal tidak langsung pulang kerumahnya seperti biasanya.
Dia memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk menemui Veranda. Bahkan Kinal
membawa bunga kesukaan Veranda sebagai alat bantu pemanis untuk menyampaikan
permintaan maafnya pada Veranda.
“Maaf ya Kin,
Verandanya tadi bilang... dia lagi tidak mau ketemu kamu. Kamu lain kali aja ya
kesini, pas Veranda sudah baikan...” ucap mamanya Veranda
Kinal beranjak
dari pintu rumah Veranda, namun dia tidaklah pulang. Dia berdiri di halaman
rumah Veranda, tepatnya di dekat kumpulan bunga milik mama Veranda. Dia yakin
Veranda dapat melihatnya dengan jelas jika berada di spot itu, karena Veranda
pernah bilang padanya saat membuka jendela kamarnya dia selalu memandangi
kumpulan bunga milik mamanya itu.
***
Karena di
Jakarta sedang musim hujan, dalam 1 hari pasti selalu ada hujan deras yang akan
turun beberapa kali. Kinal tidak beranjak dari posisinya, bahkan ketika hujan
yang mulai turun dari hujan rintik sampai menjadi hujan yang lebat. Dia masih
memandangi jendela kamar Veranda yang berada di lantai 3.
Veranda
mengetahui apa yang dilakukan oleh Kinal, tapi dia berusaha bersikap tidak
peduli. Veranda bahkan menutup gorden kamarnya, berharap Kinal akan tersingung
dan segera pulang ke Bandung.
Veranda merebahkan
dirinya di atas kasur dengan tujuan untuk tidur siang. Namun... yang terjadi
malah sebaliknya, dia terjaga. Dia sangat sulit menutup matanya,
perasaan-perasaan khawatir memenuhi jiwa dan raganya.
Sifat simpati
yang tertanam pada dirinya sejak kecil telah menggerogoti rasa tidak pedulinya.
Dia tidak tega melihat sahabatnya yang kedinginan hanya karena ingin bertemu
dengannya.
“Kin, ini bukan
cerita FTV. Kamu pasti bakalan sakit kalo kehujanan kayak gini. Sampai kapan
sih kamu mau jadi orang yang egois? Sejak awal kamu tahu kalo aku bakalan luluh
melihat kamu yang kehujanan kayak gini, kamu udah nyerang sisi lemah aku Kin”
ucap Veranda yang menghampiri Kinal dengan membawa payung
Kinal
mengarahkan pandangannya pada Veranda yang sekarang berdiri kurang dari 2 meter
darinya,
“Kalo saja sejak
awal kamu mengatakan semuanya padaku, mungkin aku nggak bakalan jadi orang yang
egois kayak gini Ve...” sahut Kinal menjawab kata-kata Veranda
Veranda
tersenyum sinis mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Kinal,
“Jadi kedatangan
kamu kesini cuman untuk menyalahkan aku? Oke fine! aku emang salah! Orang yang
bernama Veranda itu emang pantas disalahkan! Salahkan saja semuanya padaku Kin!”
geram Veranda penuh emosi
Veranda
membalikkan badannya untuk kembali kerumahnya, saat melangkahkan kakinya...
“Tapi... ada
satu hal yang harus kamu tahu! Selama ini aku kerja keras agar aku setara
denganmu. Yang aku lakukan selama ini berlatih keras dalam bidang yang aku
kuasai agar kamu tidak minder punya teman seperti aku! Kamu pinter dalam hal
akademis dan lainnya, sedangkan aku cuman pinter dalam olah raga. Aku latihan
Basket siang dan malam agar aku bisa memenangkan kejuaraan basket. Agar....
kamu bisa bangga punya teman seperti aku!” teriak Kinal diantara hujan
Veranda
menghentikan langkah kakinya, dia membalikkan badannya untuk menatap Kinal yang
masih berdiri di posisinya. Sesaat Veranda merasa ada air yang bukan berasal
dari hujan yang mengalir diantara pipi Kinal.
Veranda
melepaskan payungnya. Dia menengadahkan wajahnya ke langit yang sedang
menurunkan hujan, berharap air hujan menyapu aliran air matanya yang mulai mengalir
dengan derasnya dari matanya.
“Kita sama-sama
bodoh ya? padahal kita sahabat, kenapa kita saling menyembunyikan sesuatu yang
sangat penting seperti ini...”
***
Beberapa
hari kemudian...
Hubungan
persahabatan antara Kinal dan Veranda telah membaik. Mereka saling mengisi satu
sama lain. Veranda tidak lagi menunggu Kinal latihan basket, melainkan ikut
latihan bersama dengan Kinal dan yang lainnya. Rutinitas mereka yang lainnya
yaitu mengerjakan tugas kuliah bersama-sama. Mereka berjanji untuk tidak
menyembunyikan hal crusial yang dapat merusak persahabatan diantara mereka.
Diam
tidak akan merubah apapun... katakan apa yang ingin kamu katakan. Jangan hanya
memendamnya sendirian jika kau punya sahabat, karena sahabat sejati akan selalu
mendengarkan sahabatnya.
Tamat....
Catatan
tambahan cerita :
1. Kinal anak basket di kampusnya,
1. Kinal anak basket di kampusnya,
2. Kinal,
Veranda dan Ghaida seumuran.
3. Ghaida
anak jurusan psikologi.
4. Veranda nggak merokok kok, itu cuman akal-akalan Ghaida yang menyuruh Veranda membawa rokok dalam tasnya.
4. Veranda nggak merokok kok, itu cuman akal-akalan Ghaida yang menyuruh Veranda membawa rokok dalam tasnya.
5. Setelah
mengikuti saran Ghaida, Veranda sempat hopeless hubungan persahabatannya dengan
Kinal membaik.
Penulis
@Queen_Vienny_FF
@elmyituhelmy
Baca Juga....
Naomi x Sinka : Talk To You
Kinal x Veranda x Ghaida : Say It!
No comments:
Post a Comment