Laman

Tuesday, November 25, 2014

Kinal x Veranda x Ghaida : Say It!

 

Langit yang mendung berangsur-angsur berubah menjadi cerah. Awan–awan hitam yang menyelimuti langit mulai berganti dengan awan-awan putih. Hujan yang awalnya turun dengan derasnya kini telah reda, yang tersisa dari hujan hanyalah pelangi yang indah serta pepohonan dengan daun yang masih basah.  
Sesaat setelah hujan reda, Veranda segera mengeluarkan mobilnya untuk menuju ke rumahnya Kinal yang ada di Bandung. Kemarin malam Kinal telah berjanji akan menemaninya jalan-jalan ke Mall, sebagai balas jasa karena dia telah membantu Kinal menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya.

Rumah Kinal, Sore hari

Dalam waktu tempuh 3 Jam perjalanan, Veranda akhirnya sampai juga di depan rumah Kinal. Saat mau mengetuk pintu rumah Kinal, Veranda menatap barang-barang yang ada di depan rumahnya Kinal yang berupa ransel dan juga bola basket.

“Eh kamu Ve, kebetulan banget. Temenin aku latihan basket ya hari ini...” ucap Kinal yang baru saja keluar dari rumahnya dengan pakain basket lengkap

“Latihan Basket? Tapi kan... kamu udah janji mau nemenin aku beli baju di Mall sore ini?” balas Veranda dengan nada menyangkal

“Udahlah Ve. Baju kamu kan ada segudang di rumah kamu, nggak usah beli lagi lah. Temenin aku latihan basket lebih worth it kali. Ayo buruan, yang lain udah nunggu aku nih...” sahut Kinal memakai ranselnya sambil membawa bola basketnya menuju mobil Veranda.

“Ta... pi...kan kamu kan udah....”

Veranda menghentikan kalimat sanggahan yang seharusnya dia ucapkan pada Kinal. Dia hanya bisa menghela nafas pertanda dia mengalah dengan sangat terpaksa. Untuk kesekian kalianya Kinal dengan seenaknya membatalkan janji yang telah dia buat padanya.

***

Lapangan Basket, Sore Hari

Di lapangan Basket Veranda hanya bisa duduk diam memandangi Kinal yang sedang latihan basket bersama dengan teman-temannya yang lain.

“Sahabat macam apa yang tega batalin janjinya berkali-kali?” batin Veranda saat memandangi Kinal sedang bersenang-senang dengan teman-temannya

Rutinitas yang biasa dilakukan Veranda saat menemani Kinal latihan Basket hanyalah mendengarka musik dengan gadget kesayangannya. Bagi Ve, menemani Kinal latihan basket adalah hal yang sangat membosankan di sepanjang hidupnya.

***

Sabtu malam, Cafe.

Sabtu malam Veranda kembali ke kotanya di Jakarta. Dia tidak langsung kembali ke rumahnya, melainkan mampir sejenak ke salah satu cafe yang cukup terkenal di Jakarta, terutama di kalangan anak remaja.

Di dalam Cafe, Veranda hanya duduk sendirian. Dia duduk sambil menatap layar Laptop miliknya. Sambil menikmati Mocca latte yang dia pesan, dia mulai mengerjakan tugas-tugas yang ada di hadapannya.

“Hai, sendiri aja. Boleh aku duduk disini? Soalnya, tempat yang lain sudah penuh...” ucap seorang cewek berkacamata dengan rambut pendek sebahu yang menghampiri tempat duduk Veranda

“Hai juga. Silakan, ini tempat umum kok...” sahut Veranda mempersilakan cewek itu duduk

Cewek itu duduk sambil memperhatikan buku-buku yang ada di hadapan Veranda, dia mengamati nama yang ada di sampul buku catatan yang dipegang Veranda,

“Kinal, kenalkan nama aku Ghaida?” seru perempuan itu sambil menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Veranda

Veranda terkejut ketika cewek itu memanggilnya dengan sebutan Kinal,

“Sok kenal banget sih? Nama aku bukan Kinal lagi...” sanggah Veranda disertai dengan tawa

“Tapi... di sampul buku catatan kamu, namanya Kinal...” ucap cewek itu membela diri

Veranda mengalihkan pandangannya ke arah sampul buku catatan yang dipegangnya. Pada sampul itu tertulis dengan jelas nama Kinal. Veranda hanya bisa tersenyum simpul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Hanya karena aku memegang buku yang ada Nama Kinalnya, bukan berarti nama Aku Kinal. Perkenalkan, Nama Aku Veranda...” ucap Veranda menarik tangan kanan Ghaida untuk berjabat tangan dengannya

“Iya, salam kenal juga...” balas cewek itu dengan pipi yang memerah, pertanda dia malu dengan aksi sok tau yang baru saja dia lakukan.

Cewek bernama Ghaida itu selain menikmati segelas White Coffe yang ada di tangannya, dia juga mengamati apa yang dilakukan oleh Veranda. Bahkan dia cukup lama memandangi wajah Veranda, lebih tepatnya mengamati ekspresi dari raut wajah Veranda.

“Tumben malam minggu masih ngerjakan tugas Kuliah? Rajin banget?” celetuk Ghaida pada Veranda yang fokus ngerjakan tugas

“Iya dong... sebagai manusia kan kita harus rajin dalam hal apapun, termasuk ngerjakan tugas...” balas Veranda santai

“Tapi wajah kamu menunjukkan yang sebaliknya. Aku bisa membaca kepribadian kamu dari raut wajahmu. Kamu itu persis seperti seseorang yang akan melakukan apapun agar seseorang tidak meninggalkanmu. Dengan kata lain, kamu lagi mengerjakan tugas milik teman kamu agar kamu bisa tetap berteman dengannya, benar kan? kamu adalah tipikal cewek pendiam yang tidak punya banyak teman...” ucap Ghaida panjang lebar di depan Veranda

Veranda terdiam, dia sangat emosi dengan apa yang dikatakan oleh orang yang baru saja dia kenal. Tapi, dia tidak bisa mengungkapkan rasa emosinya karena apa yang dikatakan oleh cewek bernama Ghaida itu sangat sesuai dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya. Kinal adalah satu-satunya sahabat yang dimilikinya. Sejak memulai kuliah di Bandung dia tidak punya banyak teman, teman-teman satu sekolahnya rata-rata kuliah di Univeristas yang ada di Malang dan Surabaya. Tujuannya ke Bandung selain untuk kuliah yaitu untuk melakukan aktivitas bersama dengan Kinal, seperti menemani Kinal latihan Basket dan membantu Kinal mengerjakan tugas kuliahnya.

Tak berapa lama kemudian Veranda mengemasi barang-barangnya. Dia menolak berdebat dengan Ghaida. Dia lebih memilih menjauhi masalah, daripada menghadapi masalah.

***

Malam Hari, Di kamar Veranda.

“Huftt.... selesai juga semua tugas Kinal...” ucap Veranda menutup layar laptop miliknya

Veranda membaringkan badannya diatas kasurnya yang empuk. Tepat saat dia sampai kerumahnya, Hujan kembali turun dengan derasnya. Sambil rebahan, Veranda mengarahkan matanya pada kaca jendela kamarnya yang telah berembun. Disaat memandangi kaca jendela kamarnya, dia jadi teringat perkataan Ghaida.

“Apa yang bisa aku lakukan agar Kinal memberikan feedback atas apa yang telah aku perjuangkan? Dia punya banyak teman, kalo aku meningglkannya nggak ada pengaruhnya sama sekali buat dia. Sedangkan aku? kalo dia tidak berteman lagi sama aku.... yang terjadi malah sebaliknya...” batin Veranda saat melamun

Veranda berusaha mempertahankan persahabatannya dengan Kinal dengan cara melakukan apa yang bisa mengurangi beban Kinal. Salah satunya dengan cara mengerjakan tugas Kuliah Kinal yang bagi Kinal sangat sulit untuk dikerjakannya sendiri. Semakin lama, Kinal jadi semakin sibuk dengan tim Basketnya. Karena terbiasa meminta bantuan Veranda, akhirnya Veranda lah yang selama ini mengerjakan semua tugas kuliah milik Kinal.  

***

Senin Siang, Kampus.

Dari Senin sampai Jum’at Veranda rutin berangkat ke Bandung untuk mengikuti perkuliahan di kampusnya. Veranda kuliah di kampus yang sama dengan kampusnya Kinal, karena hanya di kampus itu yang menyediakan jurusan yang sesuai dengan passion Veranda.

Rutinitas yang dilakukan oleh mereka berdua saat siang hari yaitu pergi ke kantin bareng-bareng untuk makan siang. Tapi, sebelum menuju kantin sama seperti biasanya Veranda meminta Kinal menemaninya ke toilet untuk merapikan make up yang ada di wajahnya.

Saat menunggu Veranda merapikan make up nya, Kinal memperhatikan sebuah benda persegi yang terlihat di dalam tas Veranda. Kinal yang penasaran langsung mengambil tas Veranda untuk melihat benda yang dia curigai,

“Ve? Sejak kapan kamu ngerokok?” tanya Kinal menginterogasi Veranda dengan menunjukkan rokok yang ada di dalam tasnya Veranda

“Udah ah jangan di bahas, biarin aja kenapa....” balas Veranda yang terlihat cuek

“Biarin? Nggak usah di bahas? Kamu itu cewek Ve! Cewek yang merokok itu imejnya jelek banget...” Bentak Kinal dengan nada tinggi

“Kalo aku merokok? Emangnya kamu peduli? Nggak juga kan? bahkan kamu juga nggak peduli dengan pengorbanan yang selama ini aku lakukan untuk mempertahankan persahabatan diantara kita berdua. Kamu seenaknya berjanji, dan seenaknya juga mengingkari. Kin, Aku nggak punya banyak teman, sahabatku hanya kamu seorang. Selama ini aku berjuang agar kamu nggak ninggalin aku seperti yang lainnya dengan cara mengerjakan semua tugas kuliah kamu. Aku stress Kin, mengerjakan tugas kuliah yang bukan berasal dari jurusan aku itu susah banget. Aku belajar dari awal lagi untuk menyelesaikan semua tugas kamu... makanya aku....”

Veranda menghentikan kalimatnya. Dia mengambil paksa tasnya yang ada di tangan Kinal, dan segera beranjak meninggalkan Kinal. Bahkan... Veranda membanting dengan sangat keras pintu toilet, sebagai bentuk peluapan emosinya pada Kinal.

Kinal hanya terdiam di dalam toilet. Bagi Kinal, Ini merupakan pertama kalianya Veranda berteriak penuh emosi kepadanya, dan untuk pertama kalinya juga Veranda mengungkapkan semua yang dipendamnya selama ini.

***

3 Hari kemudian,

Sejak insiden itu, Veranda tidak pernah lagi terlihat di kampus. Kinal yang khawatir berkali-kali menghubungi ponsel milik sahabatnya itu, namun tidak pernah ada yang di angkat. Bahkan ratusan sms yang dia kirim tidak ada satupun yang di balas oleh Veranda.

Setelah perkuliahan selesai, Kinal tidak langsung pulang kerumahnya seperti biasanya. Dia memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk menemui Veranda. Bahkan Kinal membawa bunga kesukaan Veranda sebagai alat bantu pemanis untuk menyampaikan permintaan maafnya pada Veranda.

“Maaf ya Kin, Verandanya tadi bilang... dia lagi tidak mau ketemu kamu. Kamu lain kali aja ya kesini, pas Veranda sudah baikan...” ucap mamanya Veranda

Kinal beranjak dari pintu rumah Veranda, namun dia tidaklah pulang. Dia berdiri di halaman rumah Veranda, tepatnya di dekat kumpulan bunga milik mama Veranda. Dia yakin Veranda dapat melihatnya dengan jelas jika berada di spot itu, karena Veranda pernah bilang padanya saat membuka jendela kamarnya dia selalu memandangi kumpulan bunga milik mamanya itu.

***

Karena di Jakarta sedang musim hujan, dalam 1 hari pasti selalu ada hujan deras yang akan turun beberapa kali. Kinal tidak beranjak dari posisinya, bahkan ketika hujan yang mulai turun dari hujan rintik sampai menjadi hujan yang lebat. Dia masih memandangi jendela kamar Veranda yang berada di lantai 3.

Veranda mengetahui apa yang dilakukan oleh Kinal, tapi dia berusaha bersikap tidak peduli. Veranda bahkan menutup gorden kamarnya, berharap Kinal akan tersingung dan segera pulang ke Bandung.

Veranda merebahkan dirinya di atas kasur dengan tujuan untuk tidur siang. Namun... yang terjadi malah sebaliknya, dia terjaga. Dia sangat sulit menutup matanya, perasaan-perasaan khawatir memenuhi jiwa dan raganya.

Sifat simpati yang tertanam pada dirinya sejak kecil telah menggerogoti rasa tidak pedulinya. Dia tidak tega melihat sahabatnya yang kedinginan hanya karena ingin bertemu dengannya.

“Kin, ini bukan cerita FTV. Kamu pasti bakalan sakit kalo kehujanan kayak gini. Sampai kapan sih kamu mau jadi orang yang egois? Sejak awal kamu tahu kalo aku bakalan luluh melihat kamu yang kehujanan kayak gini, kamu udah nyerang sisi lemah aku Kin” ucap Veranda yang menghampiri Kinal dengan membawa payung

Kinal mengarahkan pandangannya pada Veranda yang sekarang berdiri kurang dari 2 meter darinya,

“Kalo saja sejak awal kamu mengatakan semuanya padaku, mungkin aku nggak bakalan jadi orang yang egois kayak gini Ve...” sahut Kinal menjawab kata-kata Veranda

Veranda tersenyum sinis mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Kinal,

“Jadi kedatangan kamu kesini cuman untuk menyalahkan aku? Oke fine! aku emang salah! Orang yang bernama Veranda itu emang pantas disalahkan! Salahkan saja semuanya padaku Kin!” geram Veranda penuh emosi

Veranda membalikkan badannya untuk kembali kerumahnya, saat melangkahkan kakinya...

“Tapi... ada satu hal yang harus kamu tahu! Selama ini aku kerja keras agar aku setara denganmu. Yang aku lakukan selama ini berlatih keras dalam bidang yang aku kuasai agar kamu tidak minder punya teman seperti aku! Kamu pinter dalam hal akademis dan lainnya, sedangkan aku cuman pinter dalam olah raga. Aku latihan Basket siang dan malam agar aku bisa memenangkan kejuaraan basket. Agar.... kamu bisa bangga punya teman seperti aku!” teriak Kinal diantara hujan

Veranda menghentikan langkah kakinya, dia membalikkan badannya untuk menatap Kinal yang masih berdiri di posisinya. Sesaat Veranda merasa ada air yang bukan berasal dari hujan yang mengalir diantara pipi Kinal.

Veranda melepaskan payungnya. Dia menengadahkan wajahnya ke langit yang sedang menurunkan hujan, berharap air hujan menyapu aliran air matanya yang mulai mengalir dengan derasnya dari matanya.

“Kita sama-sama bodoh ya? padahal kita sahabat, kenapa kita saling menyembunyikan sesuatu yang sangat penting seperti ini...”

***

Beberapa hari kemudian...

Hubungan persahabatan antara Kinal dan Veranda telah membaik. Mereka saling mengisi satu sama lain. Veranda tidak lagi menunggu Kinal latihan basket, melainkan ikut latihan bersama dengan Kinal dan yang lainnya. Rutinitas mereka yang lainnya yaitu mengerjakan tugas kuliah bersama-sama. Mereka berjanji untuk tidak menyembunyikan hal crusial yang dapat merusak persahabatan diantara mereka.

Diam tidak akan merubah apapun... katakan apa yang ingin kamu katakan. Jangan hanya memendamnya sendirian jika kau punya sahabat, karena sahabat sejati akan selalu mendengarkan sahabatnya.

Tamat....

Catatan tambahan cerita :
1. Kinal anak basket di kampusnya,
2. Kinal, Veranda dan Ghaida seumuran.
3. Ghaida anak jurusan psikologi.
4. Veranda nggak merokok kok, itu cuman akal-akalan Ghaida yang menyuruh Veranda membawa rokok dalam tasnya.
5. Setelah mengikuti saran Ghaida, Veranda sempat hopeless hubungan persahabatannya dengan Kinal membaik.

Penulis
@Queen_Vienny_FF 
@elmyituhelmy
Baca Juga....

Naomi x Sinka : Talk To You
Kinal x Veranda x Ghaida : Say It!
 

No comments:

Post a Comment